Kita sudah
lama melewati abad ke-20. Kini kita berada pada tahun 2015 di abad
ke-21. Tahun yang bakal masuk rekor sebagai tahun dengan berbagai
bencana alam terbanyak di dunia. Beberapa bulan lagi tahun 2016 akan
tiba. Sepuluh tahun dekade pertama abad 21 telah berlalu. Sepuluh tahun
dengan 4 krisis besar: krisis 11 September 2001, krisis pemanasan
global, krisis finansial global, krisis demokrasi. Adakah krisis yang
lebih parah? Ya, krisis di tahun mendatang akan lebih parah dalam
bayang-bayang pemanasan global! Film Years of Living Dangerously yang
dibuat tahun 2014 dengan jejeran bintang terkenal seperti Arnold
Schwarzeenegger, Harrison Ford, Matt Damon, dll sudah memberikan kita
pandangan mengerikan akan dampak pemanasan global!
Konon
dekade perdana milenium ke-3 itu diawali dengan harapan besar. Malam
silvester (31 Desember) tahun 1999 silam merupakan pesta akbar di
segenap muka bumi. New economy dan e-business menjanjikan kesejahteraan
luar biasa bagi setiap orang. Para penabung mulai berinvestasi di pasar
saham. Dunia barat optimis. Demokrasi liberal dunia barat dianggap
sebagai bentuk final dan berlaku universal bagi setiap pemerintahan,
demikian ujar Francis Fukuyama dari Kemlu AS pada tahun 1992.
Namun
fakta berkata lain, new economy ternyata sudah ambruk pada tahun-tahun
awalnya. Nilai saham berguguran. Lalu gedung kembar WTC runtuh pada 11
September 2001 setelah dihantam 2 pesawat. Habis sudah euforia para
penguasa di dunia barat. Mulai saat itu kecemasan AS menular ke
negara-negara lain. Penyadapan menjadi hal rutin, sampai saat ini, dan
dilegalkan oleh Undang-undang Keamanan Nasional. Institusi jasa sekuriti
panen order. Saban hari jutaan penumpang pesawat harus melewati pintu
detektor.
Setiap
dekade punya simbol ungkapannya sendiri. Jika ungkapan tahun 70-an
”Love, Peace & Happiness”, maka simbol dekade awal abad ini ialah
”Security First”. Film paling sukses adalah bagian ketiga dari seri Lord
of The Rings (The Return of the King). Figur buku paling laris? Namanya
Harry Potter. Mereka merupakan dongeng anak-anak yang dijadikan
konsumsi orang dewasa. Kita berada dalam dunia, di mana para lakon pasti
menang dalam pertarungan melawan si jahat. Dongeng modern menjadi
pelarian dari dunia nyata yang sarat ketidak-pastian.
Kekhawatiran di AS setelah peristiwa 11
September 2001 menjadi dasar bagi Bank Sentral AS untuk membanjiri
sistem finansial dengan likuiditas (kemampuan untuk menukar dengan cepat
satu barang di pasar dengan lainnya). Para manajer keuangan langsung
tanggap dan menjadikan semua yang baru adalah baik. Bahkan IMF dalam
laporannya tahun 2006 menulis, bahwa sistem finansial paling gres
tersebut, yang dibebankan rata di atas semua pundak, lebih aman
ketimbang sistem lama. Ternyata hal itu justru jadi kesalahan amat
fatal. Di pasar properti AS terwujud gelembung raksasa yang meletus pada
pertengahan tahun 2008. Bank-bank berguguran bagai rontoknya bunga
salju di musim dingin. Seandainya pun Lehman Brothers dibantu pemerintah
AS dari kebangkrutan, dapat dipastikan akan ada institusi raksasa lain
yang ambruk. Banyak bank di negara-negara lain terguncang hebat.
Perusahaan besar banyak yang pailit. Bahkan salah satu orang terkaya
Jerman bunuh diri dengan menyongsong kereta api yang tengah melaju
kencang. Krisis keuangan juga menerpa Dubai di Timur Tengah.
Tanpa
bantuan keuangan negara bakal terjadi peristiwa kelabu tahun 1930-an,
dengan pengangguran massal dan kelaparan skala global. Dampaknya mulai
terlihat pada April 2008, di mana hampir 1 miliar manusia saat itu
kelaparan. Modal dari negara dibutuhkan untuk menjalankan roda
perekonomian. Menjelang akhir tahun 2008 silam setiap 24 menit di pasar
saham menguap 1 miliar US$. Negara harus membantu dan menstabilkan bank,
industri mobil, dan bisnis perumahan. Belum pernah ada program
peminjaman yang demikian besar. Dekade abad ini merupakan dekade paling
mahal sepanjang sejarah peradaban. Total duit senilai 1,5 triliun US$
dikeluarkan oleh negara anggota G-20 sebagai paket bantuan bagi
institusi dalam negaranya sendiri. Bunga dari paket bantuan tersebut
masih harus dibayar dalam tempo ratusan tahun mendatang. Tanda-tanda
zaman?
Namun
Tiongkok atau RRC tidak terimbas krisis tersebut, malahan negara ini
justru makin cepat menjadi penguasa dunia. RRC punya cadangan devisa
sebesar 2 triliun A$. Suatu jumlah yang fantastis, sekitar Rp 20 ribu
triliun. Bukan main! Sebagai perbandingan: cadangan devisa Jerman cuma
180 miliar US$. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok tahun 2010 diperkirakan
akan menembus angka 8%. Ini pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.
Distrik finansial Pudong di Shanghai disebut-sebut bakal mengganti peran
Wall Street. Semua fakta ini seolah menyiratkan, bahwa tanpa demokrasi
pun hal tersebut bisa dicapai. Ketika era perang dingin silam,
negara-negara Eropa, Jepang, dan AS beranggapan, hanya negara demokratis
yang bisa membuat rakyat sejahtera. Anggapan ini langsung gugur dengan
sendirinya. Inikah krisis demokrasi?
Lalu ada
orang bernama Al Gore, mantan calon Wapres AS, yang mendapat hadiah
Nobel untuk perdamaian, dengan peringatannya akan perubahan iklim.
Ditunjukkan badai dahsyat yang menerpa New Orleans. Tsunami 26 Desember
2004 dengan korban lebih dari 250.000 orang membuat kita sadar. Alam
sedang murka. Sejak puluhan tahun silam dunia diwarnai laporan IPCC,
kumpulan para periset cuaca, tentang ekstremnya iklim di planet bumi.
Namun umat manusia tetap saja adem ayem. Manusia baru sadar setelah
laporan IPCC tahun 2007 yang menyatakan, bahwa suhu atmosfir bumi bakal
naik sampai 6,4 derajad pada akhir abad ini. Dan berbagai akibatnya yang
mengerikan bagi peradaban, yaitu naiknya permukaan air laut sekitar 190
cm di seluruh dunia. Bahkan kemungkinan besar bisa lebih dari itu,
seandainya lapisan salju di Tanah Hijau mencair lebih banyak dan lebih
cepat. Malediva akan jadi negara korban pertama yang akan lenyap dari
peta bumi. Sebuah negara akan mengungsi! Bayangkan. Tanda-tanda zaman?
Lalu
dihelatlah Konferensi Para Pihak Ke-15 (COP-15) PBB pada 7 sd 18
Desember 2009 di Kopenhagen mengenai perubahan iklim. Agendanya dihadiri
lebih dari 190 utusan negara-negara di dunia untuk berunding guna
mencapai kesepakatan tata dunia yang stabil secara ekologis-klimatologis
dengan bingkai yuridis. Krisis pemanasan global dan krisis finansial
global membuat tataran dunia berubah secara dramatis.
Selama
sepuluh tahun ini kita belajar, bahwa setiap orang adalah tetangga
sesamanya. Sebagian orang menyadari arti sebenarnya dari globalisasi.
Polusi udara di Meksiko adalah masalah bagi Negeri Belanda. Ambruknya
pasar properti di AS bisa membuat pekerja pabrik kimia di Jerman
kehilangan pekerjaan. Kini jelas sudah, bahwa semuanya tergantung satu
sama lain. Jaringan global ini setara dengan kian meningkatnya
komunikasi antara sesama manusia. Handphone seakan menjadi komoditas
wajib yang selalu dibawa ke mana-mana, bahkan ke (maaf) WC pun.
Layanan
internet semakin menjangkau ke pelosok terpencil. Fitur Twitter atau
Skype dipakai oleh kaum muda sebagai media persahabatan antar negara,
antar benua. Pengguna jejaring sosial Facebook tahun 2010 silam sudah
menembus angka 500 juta, di mana sedikitnya 240 juta manusia meng-klik
Facebook minimal 1 kali/hari. Di Indonesia, terbanyak nomor 3 dunia
setelah AS dan Inggris, pengguna facebok tembus 27 juta orang! Hitung
sendiri berapa prosen dari total netter Indonesia yang sekitar 40 juta?
Lewat internet (dan TV) dapat dilihat berbagai peristiwa di dunia dalam
waktu nyata. Kita sudah menyaksikannya saat aksi Densus 88, bahkan sejak
perang Badai Gurun. Berbantuan Navigator atau Google-Earth setiap orang
mendapat peta wilayah manapun.
Problem
terbesar internet adalah sisi balik keuntungannya: suplai informasi yang
berlebihan. Barang siapa masuk ke Google, dia sudah berada di
perpustakaan terbesar dunia, dengan seluruh pengetahuan peradaban! Jika
pengetahuan senantiasa ada dan tersedia, maka kita pun ingin selalu
memilikinya. Belum lagi deep-web, bagian terbesar internet. Setiap hari
terbit lebih dari 3.000 buku di muka bumi. Jumlah pengetahuan umat
manusia pada tahun 2006 silam sudah melampaui 1,5 Exabyte. Satuan EXA
(dengan 18 nol) ini setara dengan 750 triliun halaman kertas ukuran A-4
sarat tulisan. Pengetahuan segede tersebut sudah melebihi dari apa yang
diperoleh peradaban sejak 5.000 tahun silam. Muatan sains senantiasa
bertambah, dengan kecepatan yang semakin meningkat, yang bakal berlipat
dua setiap 72 jam setelah tahun 2017. Separoh dari apa yang kita
pelajari sepanjang 2 tahun mendatang, sudah akan kadaluwarsa pada tahun
ke-3. Kita belajar untuk pekerjaan yang saat ini belum ada. Tahun 2017
akan digunakan teknologi, yang saat ini belum ditemukan, untuk
memecahkan masalah, yang saat ini belum terpikirkan!
Produksi handphone telah melewati angka 30 miliar. Sekarang jumlah SMS per hari sudah melampaui angka 12 miliar! Jumlah email? Setiap hari berseliweran minimal 600 miliar email. Internet mulai menjadi candu high-tech, dengan jumlah pengguna nyaris 2 miliar manusia. Anonimitas di dunia maya membuat sumpah serapah jadi keseharian. Tidak anonim bisa menjadi seperti kasus Prita Mulyasari, lahirnya simbol perlawanan rakyat berwujud solidaritas koin. Dalam hitungan jam ”Koin Untuk Prita” sudah menjadi santapan media dan menyebar ke seluruh dunia di berbagai bahasa.
Produksi handphone telah melewati angka 30 miliar. Sekarang jumlah SMS per hari sudah melampaui angka 12 miliar! Jumlah email? Setiap hari berseliweran minimal 600 miliar email. Internet mulai menjadi candu high-tech, dengan jumlah pengguna nyaris 2 miliar manusia. Anonimitas di dunia maya membuat sumpah serapah jadi keseharian. Tidak anonim bisa menjadi seperti kasus Prita Mulyasari, lahirnya simbol perlawanan rakyat berwujud solidaritas koin. Dalam hitungan jam ”Koin Untuk Prita” sudah menjadi santapan media dan menyebar ke seluruh dunia di berbagai bahasa.
Internet
menjadi lahan publikasi skala global. Laranglah sesuatu, maka ia akan
dilanggar. Kejadian yang tertulis di awal Kitab-kitab Suci ini, larangan
makan buah terlarang dari satu pohon di antara ribuan pohon lain,
seolah terlupakan. Kasus film Fitna, bintang porno Maria Ozawa (Miyabi),
film 2012, dan Balibo Five, justru menjadikan mereka milik publik dan
laris manis tersebar ke mana-mana! Laranglah sesuatu, maka ia akan
menjadi terkenal dengan sendirinya. Lalu ada kasus video Ariel, Luna
Maya dan Cut Tari yang sampai menyebar ke luar negeri dalam hitungan
menit. Kecepatan informasi lewat berbagai mass-media, sarana online, dan
bermacam jejaring sosial sudah menjadi peristiwa normal sehari-hari.
Tahun 2015
ini dan tahun-tahun berikutnya akan merupakan era EverNet, internet di
mana-mana. Demikian pula pengetahuan, baik yang baik maupun yang buruk,
terbuka untuk semua netter (internet user). Perubahan semakin cepat tak
terhindarkan. Tanda-tanda zaman? Wallahualam Bissawab.
No comments:
Post a Comment